Ketika Cinta Harus Pergi, Ikhlaskanlah
Setiap manusia memiliki perasaan cinta
kepada lawan jenisnya. Tidak mengenal usia ataupun status. Dan ketika
perasaan cinta itu terealisasikan dalam suatu hubungan, maka rasa cinta
itu akan tumbuh semakin besar hingga bagaimana caranya masing-masing
individu mempertahankannya agar tidak mengecil, pesonanya tidak luntur,
ataupun rasanya menjadi hilang ditelan waktu. Ya, karena ini tentang
rasa. Tentang hati. Tentang perasaan yang akan terbawa-bawa, entah
sampai kapan akan berhenti mengikuti bayang-bayang jiwa kedamaian.
Ketika cinta itu bersatu, rasanya tidak
ada yang bisa menggantikan. Mungkin benar apa yang dibilang orang-orang,
‘dunia serasa milik berdua, yang lain ngontrak’ :D.
Tidak perduli orang mau bilang apa tentang cinta yang kita miliki
terhadap pasangan. Kita melakukannya karena hati. Kita mampu merasakan
momen-momen indah yang diciptakan berdua. Bersamanya. Indah sekali. :)
Sayangnya, momen bahagia itu tidak selama seperti apa yang dibayangkan.
Harus pergi. Cinta itu harus pergi.
Sakit. Iya, sakit. Sakit sekali.
Sesuatu hal yang belum bisa diterima. Kenyataannya tidak boleh seperti ini. Ekspektasinya salah. Ini salah. Ada yang salah dari keadaan ini.
Hati pun menolak perpisahan ini. Jangan pergi. Namun, situasi nyatanya seperti ini. Cinta harus pergi.
Harus pergi. Cinta itu harus pergi.
Sakit. Iya, sakit. Sakit sekali.
Sesuatu hal yang belum bisa diterima. Kenyataannya tidak boleh seperti ini. Ekspektasinya salah. Ini salah. Ada yang salah dari keadaan ini.
Hati pun menolak perpisahan ini. Jangan pergi. Namun, situasi nyatanya seperti ini. Cinta harus pergi.
Rasanya sesak. Ingin berteriak. Pikiran
mau meledak. Memikirkan, membayangkan, merasakan segala sesuatu yang
terjadi di luar harapan. Tentang cinta itu. Raga ini gemetar, tidak tahu
harus berbuat apa lagi. Hati pun ikut terluka, perih. Menangis. Iya,
salah satu cara agar tetap bertahan dalam kondisi sepelik ini.
Komplikasi perasaan. Entah, sembuhnya sampai kapan. Butuh waktu untuk
menormalkan semuanya.
Mau menyalahkan siapa atas kepergian
cinta itu? Tuhan? Pasangan kita? Bukan. Tuhan tidak pernah salah atas
apa yang terjadi pada diri kita. Pasangan kita pun tidak salah akan
masalah ini. Kita sendiri yang salah. Kita yang mencari-cari
permasalahan cinta itu. Kalau sudah sakit hati seperti ini, sakit
hatinya untuk siapa? Bukan untuk siapa-siapa. Untuk diri sendiri. Berani
berbuat, berani bertanggung jawab. Sekali lagi, jangan pernah
menyalahkan Tuhan atas setiap kesalahan yang dilakukan. Tuhan tidak
pernah salah.
Awalnya akan terasa sulit. Langkah-langkah move on yang dilakukan pun akan terasa nihil hasilnya. Mungkin benar apa yang dikatakan orang-orang, ‘cuma butuh waktu saja untuk menyembuhkan sakitnya‘.
Iya. Cuma butuh waktu saja, butuh
ketenangan, butuh keikhlasan, dan butuh kedamaian. Berusaha untuk tidak
membenci. Berusaha untuk berdamai. Berusaha untuk menerima. Berusaha
untuk tersenyum bahagia. Berusaha untuk ikhlas. Berusaha untuk yakin
kepada Tuhan bahwa momen yang tidak diharapkan itu akan tergantikan
dengan yang jauh lebih baik.
Kita sadar dan kita tahu kalau semua
momen menyedihkan itu berasal dari mana. Dari diri sendiri. Berani
bermain dengan perasaan. Tentu, berarti berani untuk siap mengambil
resiko. Salah satu resiko terburuknya yaa ini. Ketika cinta harus pergi.
Tapi, tak apalah. Mengikhlaskannya lebih baik daripada tidak menerima
kenyataan. Mengakui kesalahannya dari diri sendiri lebih baik daripada
menyalahkan Tuhan. Anggap saja sebagai pelajaran hidup dalam proses
pendewasaan diri.
Waktu akan menuntun kita untuk sembuh
dengan cara kita sendiri. Tergantung keseriusan kita. Berusaha untuk
ikhlas. Berusaha untuk berdamai dengan masa lalu. Semuanya akan menjadi
lebih baik. Kalau jodoh, takkan ke mana. Kata Afgan, jodoh pasti
bertemu. :) Insya Allah. Aamiin. Semangat.
Tuhan itu Maha Adil. Yakini itu.
Tulisan ini diikutsertakan dalam GiveAway Ketika Cinta Harus Pergi oleh Mbak Aida MA
No comments:
Post a Comment
Beri komentar di sini